Pengantar
Menurut
KBBI sosial berarti sesuatu yang berkenaan dengan Masyarakat yang artinya bahwa
apa yang hendak kita lakukan didalam masyarakat adalah sebuah tindakan sosial.
Berlandaskan
pada surat al ma’un ayat 1 – 7
ارءيت الذي
يكذب باالدين * فذالك الذي يدع اليتيم *ولا يحض على طعام المسكين * فويل للمصلين
*الذين هم عن صلاتهم ساهون* الذين هم يراءون*ويمنعون الماعون *
Yang artinya:
Tahukah kamu ( orang ) yang mendustakan agama?
( 2) Itulah orang yang menghardik anak yatim, ( 3 )
dan tidak menganjurkan memberi makan fakir miskin. ( 4 ) maka celakalah bagi
orang yang sholat ( 5 ) ( yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, ( 6 )
orang yang berbuat riya, ( 7) dan enggan ( menolong dengan ) barang yang
berguna.
Dari ayat tersebut sangat jelas apa yang hendak disampaikan,
orang-orang yang mendustakan agama bilamana Ia sholat hanya sekedar sholat
namun lalai dalam kewajibannya yang hanya mementingkan hubungan kepada Allah
namun tidak menghiraukan hubungan dengan sesama.
Ustadz M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-quran Al karim menyatakan paling
tidak ada 2 hal yang patut disimak dalam ayat 3 surat ini. Pertama ayat
tersebut tidak berbicara tentang kewajiban ”memberi makan” orang miskin, tapi
berbicara ”menganjurkan memberi makan”. Itu berarti mereka yang tidak memiliki
kelebihan apapun dituntut pula untuk berperan sebagai ”penganjur pemberi
makanan terhadap orang miskin” (Basri, t.thn.) atau dengan kata
lain, kalau tidak mampu secara langsung, minimal kita menganjurkan orang-orang
yang mampu untuk memperhatikan nasib mereka. Peran ini sebenarnya bisa
dilakukan oleh siapapun, selama mereka bisa merasakan penderitaan orang lain.
Ini berarti pula mengundang setiap orang untuk ikut merasakan penderitaan dan
kebutuhan orang lain, walaupun dia sendiri tidak mampu mengulurkan bantuan
materiil kepada mereka.
Dari Penjelasan diatas
maka tidaklah heran jikalau Muhammadiyah dikatakan sebagai gerakan sosial yang
mencoba membantu masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, contoh yang sangat
mendasar adalah data jumlah dari Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga yang
kami ambil dari situs resmi Muhammadiyah
berjumlah 318.
Konteks Sejarah Bangsa Indonesia
Abad ke
20 menjadi saksi torehan sejarah penting dalam perjalanan rakyak Indonesia
dimana pergeseran peran dari perkotaan menjadi pedesaan sebagai tempat
berlangsungnya perubahan. Industri dan Perdagangan pada abad 20 telah menjadi
perangsang dalam bidang pembangunan kehidupan sosial dipusat-pusat kegiatan
tersebut.
Disamping
itu pula, peranan pendidikan dalam mobilitas sosial juga sangat membantu. Dalam
sebuah artikel yang ditulis oleh Drs.H. Ahd. Suhaimi, M.Pd mengatakan “Pendidikan pada hakekatnya merupakan tali untuk
mengantarkan peserta didik menuju pada kesadaran sosial yang lebih tinggi dari
sebenarnya ia mengenyam pendidikan.” (Suhaimi, t.thn.) Sehingga
jelas bahwa pendidkan yang dilakukan akan memberi sumbangsih yang cukup besar
terhadap pergerakan sosial. Selain itu pula sartono juga memberi pendapat
dimana ia berkata bahwa kebijakan pengangkatan pegawai negeri didasarkan pada
Pendidikan, dan Pendidikan ala Barat lebih didahulukan. Meskipun untuk
jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan dituntut adanya “trah” bangsawan, namunh pendidikan umum telah menghasilkan
mobilitas vertical dari banyak orang tanpa memandang asal-usul keturunan.
Di abad ke 20, para Pedagang,
Cendekiawan dan Pegawai pemerintah merupakan golongan menengah kota, dapat
ditambahkan pemilik tanah didaerah pedalaman yang merupakan golongan menengah
pedesaan. Keduanya sangat berbeda dimana yang pertama pemikiran yang dimiliki
sangat terpengaruh oleh pemikiran barat, sedangkan yang kedua adalah
orang-orang yang relatif tertutup.
Dengan demikian maka, dapat dibagi
menjadi 3 Golongan Muslim yakni yang pertama ialah santri yaitu orang yang
berorientasi kepada kebudayaan Islam, yang kedua adalah Muslim yang
berorientasi kepada tradisi dan adat dan Golongan ketiga ialah Golongan yang berorientasi
pada pemikiran barat.
Ahmad Dahlan, pendiri gerakan
Muhammadiyah adalah sebagai contoh terkemuka dari seorang santri merangkap
pedagang dari Kauman. Ia adalah seorang Khatib di masjid Agung Kraton
Yogyakarta, namun Ia juga dikenal sebagai pedagang batik yang berhasil memiliki
jaringan dibnyak kota.
Sejarah kaum santri golongan
menengah, Castle mengemukakan bahwa setelah terjadi kemunduran, para santri
pengusaha bergabung ke Muhammadiyah, sedangkan santri petaninya masuk NU.
Meskipun mayoritas anggota NU petani namun para pengurusnya kebnyakan dari
Golongan Menengah, baik pedagang maupun petani kaya. Kenyataan baik
Muhammadiyah yang beraliran modern maupun NU yang beraliran tradisional,
memiliki ciri yang sama yakni keduanya didirikan dan dibesarkan melalui
hubungan pribadi dan keluarga.
Latar Belakang KH. Ahmad Dahlan dan
KH. Hasyim Asy’ari
Para pemimpin Muhammadiyah berpusat
disekitar Kauman Yogyakarta, sedang pemuka NU dipesantren Tebuireng di jawa
Timur. Situasi kepemimpinan kedua organisasi ini sama pada dasarnya, meskipun
disiratkan bahwa para pemimpin NU adalah tipe Kharismatik-Otoriter dari
kebudayaan petani, sedangkanpemuka Muhammadiyah adalah dari tipe
Rasional-demokratik dari kebudayaan borjuis. Sesungguhnya para pendiri NU dan
Muhammadiyah sama-sama mendapat pendidikan dari lingkungan tradisi pesantren.
Wertheim, Ilmuan pertama yang
melakukan pengamatan hubungan pembaharuan agama beraliran modern dengan sifat
borjuis dalam penelitian tentang perubahan sosial di indonesia. Disusul
kemudian oleh banyak peneliti lainnya. Dengan nada yang sama, penelitian
Greertz tentang kota-kota kecil di Jawa Timur menemukan bahwa kaum santri
perkotaan masuk Muhammadiyah yang beraliran modern dan kaum santri pedesaan bergabung
dengan NU yang beraliran Konservatif. Greertz memandang bawa Muhammadiyah lebih
sebagai jenis persyarikatan dengan pengorganisasian yang ketat dan bersemangat
agresif.
a. Muhammadiyah Gerakan Pemurnian Islam
Gerakan pemurnian oleh Muhammadiyah ditujukan, baik kepada kalangan
tradisional maupun kalangan Islam dari sifat khurafat (dongengan/tahayul).
Sisa-sisa kebudayaan kuno yang melekat dikalangan abanagan, sebagai contoh,
peacock menunjuk pada sistem kognitif. Jika seorang abanagn lebih mengingat
hari lahirnya, seorang Muhammadiyah lebih suka mengingat tahun kelahirannya.
Muhammadiyah lahir dengan orientasi keagamaan. Muhammadiyah lebih
menampilkan diri sebagai gerakan puritan untuk menghapus beban-beban kultural
yang terkena pengaruh budaya agraris. Muhammadiyah berupaya untuk melakukan
pembaharuan kualitatif yang bersifat keagamaan, suatu dealiktika internal yang
secara inheren memang selalu muncul di dalam Islam. Dengan semangat kembali
kepada alquran dan assunah.
b. Gerakan Kualitatif-Kuantitatif
Perkembangan selanjutnya, ternyata bahwa gerakan
kualitatif itu menimbulkan dampak kuantitatif. Dengan kata lain, gerakan
kultural Muhammadiyah ternyata menimbulkan dampak sosial. Muhammadiyah misalnya
telah menyebabkan longgarnya ikatan paternalisme santri-kiai; demikian juga
telah menyebabkan memudarnya otoritas pesantren akibat dikembangkannya
lembaga-lembaga pendidikan baru. Ketika Muhammadiyah makin bergerak pada
tingkat kuantitatif, jelalah bahwa ia semakin muncul menjadi kekuatan sosial
dan politik.
Pada
tataran masalah basis sosial inilah, kita melihat latar belakang lahirnya NU.
Sesungguhnya NU lahir karena reaksi terhadap 2 hal yakni pertama, ia merupakan
reaksi dari politisasi agama yang dilakukan SI serta kedua reaksi terhadap
gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Berbeda dengan Muhammadiyah, NU sebenarnya
bertujuan untuk melestarikan lembaga-lembaga dan tradisi-tradisi Islam Agraris
sengan solidaritas mekanis komunalnya.
Perbedaan
mendasar antara Muhammadiyah dan SI di satu pihak dan NU dilain pihak
sesungguhnya adalah karena keduanya memiliki basis sosial yang berbeda. NU
bagaimanapun tetap mewakili tradisi masyarakat komunal-agraris yang dijalin dalam
ikatan-ikatan solidaritas mekanis-paternalistik. Di lain pihak SI dan
Muhammadiyah muncul sebagai wadah yang mewakili tradisi baru masyarakat urban,
pedagang dengan ikatan solidaritas organis-partisipatif.
Pada
perkembangan selanjutnya NU juga berusaha menerapkan bentuk-bentuk
pengorganisasian baru-suatu tuntutan yang tampaknya tidak terelakkan-namun
segera akan terlihat adanya ambivalensi. Dalam konteks ini , NU jelas berbeda
sekali dengan Muhammadiyah. Sementara NU mengalami ambivalensi organisatoris,
Muhammadiyah tampak jauh Solid. Ini dikarenakan sejak awal Muhammadiyah
membentuk organisasi atas dasar ikatan asosiasional.
Sebagai
gerakan sosial keagamaan, selama ini Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai
kegiatan yang bermanfaat untuk pembinaan individu maupun sosial mayarakat islam
di Indonesia. Pada level individual, cita-cita pembentukan pribadi muslim
dengan kualifikasi-kualifikasi moral dan etika Islam, terasa sangat
karakteristik.
Sebagai
suatu gerakan dakwah yang bersifat multidimensional, Muhammadiyah mesti akan
selalu berubah secara dinamis sesuai dengan konteks dimana dia Hidup. Pada
zaman penjajahan misalnya, sudah barang tentu multidimensionalitas Muhammadiyah
digerakkan kepada masalah-masalah pembebasan bangsa dari penjajahan, kecerdasan
kehidupan bangsa dan lain-lain. Pada masa berikutnya tentu terjadi suatu
evolusi persepsional yang dinamis, yang tetap merujuk pada gambaran dakwah yang
social reconstruction yang multidimentional tersebut.
Dari
perspektif transformatis sosial, Muhammadiyah sesungguhnya belum memiliki
konsep gerakan sosial yang jelas, selama ini, kegiatan pembinaan warga
muahmmadiyah lebih diorientasikan kepada kegiatan untuk mengelola
pengelompokan-pengelompokan yang didasarkan pada diferensiasi jenis kelamin dan
usia. Contohnya ada NA, Aisyiyah, IPM IMM dan sebagainya (AIK, 2012).
Melihat
realitas itu semua, meskipun secara secara realitas prestasi yang dicapai,
namun muhammadiyah masih dihadapkan pada tantangan-tantangan kedepan. Amien
Rais padaa tahun 1993 pernah mengemukakan kendala-kendala yang dihadapi oleh
Muhammadiyah. Meskipun pernyataan tersebut ditulis 21 tahun lalu, pernyataa itu
masih terasakan. Selain itu pula ketika muktamar tahuh 2005 di UMM yang ke-45
terjadi berbagai peristiwa yang bergejolak ditubuh Muhammadiyah itu sendiri.
Kesimpulan
Muhammadiyah
sebagai gerakan sosial sudah sangat membantu dalam melakukan kinerja demi tercpainya
Tujuan yang telah dirancang jauh-jauh hari. Namun demikian, setiap Organisasi
tentunya akan selalu mendapat sebuah masalah yang dalam hal ini dapat dikatakan
sebagai sebuah tantangan bagi Organisasi Muhammadiyah khususnya sehingga
nantinya Muhammadiyah dapat terus maju mengikuti zaman atau tidak hilang
dipersimpangan jalan. Maka Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan perlu
kiranya terus melakukan perbaikan dari celah yang ada padanya agara tidak
tergoyahkan oleh celah-celah tersebut.
Daftar Pustaka
AIK, T., 2012. AIK III. In:
S. Amien, ed. Malang: UMMPress, pp. 109-116.
Anon., n.d. KBBI. In: s.l.:s.n.
Basri, H., n.d. Tafsir Pase, , Balai Kajian Tafsir
Al-Qur’an Pase. Peran Pendidikan dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial, 1(Gerakan
Muhammadiyah), pp. 1-3.
Suhaimi, A., n.d. Drs.H. Ahd. Suhaimi. [Online]
Available at: http://kalsel.kemenag.go.id/file/file/Jurnal/woxq1384098956.pdf
[Accessed 25 11 2014].
Available at: http://kalsel.kemenag.go.id/file/file/Jurnal/woxq1384098956.pdf
[Accessed 25 11 2014].