Thursday, 4 December 2014


Pengantar
 
Menurut KBBI sosial berarti sesuatu yang berkenaan dengan Masyarakat yang artinya bahwa apa yang hendak kita lakukan didalam masyarakat adalah sebuah tindakan sosial.
Berlandaskan pada surat al ma’un ayat 1 – 7
ارءيت الذي يكذب باالدين * فذالك الذي يدع اليتيم *ولا يحض على طعام المسكين * فويل للمصلين *الذين هم عن صلاتهم ساهون* الذين هم يراءون*ويمنعون الماعون *
Yang artinya:
Tahukah kamu ( orang ) yang mendustakan agama?
( 2) Itulah orang yang menghardik anak yatim, ( 3 ) dan tidak menganjurkan memberi makan fakir miskin. ( 4 ) maka celakalah bagi orang yang sholat ( 5 ) ( yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, ( 6 ) orang yang berbuat riya, ( 7) dan enggan ( menolong dengan ) barang yang berguna.
 Dari ayat tersebut sangat jelas apa yang hendak disampaikan, orang-orang yang mendustakan agama bilamana Ia sholat hanya sekedar sholat namun lalai dalam kewajibannya yang hanya mementingkan hubungan kepada Allah namun tidak menghiraukan hubungan dengan sesama.
Ustadz M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-quran Al karim menyatakan paling tidak ada 2 hal yang patut disimak dalam ayat 3 surat ini. Pertama ayat tersebut tidak berbicara tentang kewajiban ”memberi makan” orang miskin, tapi berbicara ”menganjurkan memberi makan”. Itu berarti mereka yang tidak memiliki kelebihan apapun dituntut pula untuk berperan sebagai ”penganjur pemberi makanan terhadap orang miskin” (Basri, t.thn.) atau dengan kata lain, kalau tidak mampu secara langsung, minimal kita menganjurkan orang-orang yang mampu untuk memperhatikan nasib mereka. Peran ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun, selama mereka bisa merasakan penderitaan orang lain. Ini berarti pula mengundang setiap orang untuk ikut merasakan penderitaan dan kebutuhan orang lain, walaupun dia sendiri tidak mampu mengulurkan bantuan materiil kepada mereka.
Dari Penjelasan diatas maka tidaklah heran jikalau Muhammadiyah dikatakan sebagai gerakan sosial yang mencoba membantu masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, contoh yang sangat mendasar adalah data jumlah dari Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga yang kami ambil dari situs resmi Muhammadiyah berjumlah 318.


Konteks Sejarah Bangsa Indonesia

Abad ke 20 menjadi saksi torehan sejarah penting dalam perjalanan rakyak Indonesia dimana pergeseran peran dari perkotaan menjadi pedesaan sebagai tempat berlangsungnya perubahan. Industri dan Perdagangan pada abad 20 telah menjadi perangsang dalam bidang pembangunan kehidupan sosial dipusat-pusat kegiatan tersebut.
Disamping itu pula, peranan pendidikan dalam mobilitas sosial juga sangat membantu. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Drs.H. Ahd. Suhaimi, M.Pd mengatakan “Pendidikan pada hakekatnya merupakan tali untuk mengantarkan peserta didik menuju pada kesadaran sosial yang lebih tinggi dari sebenarnya ia mengenyam pendidikan.” (Suhaimi, t.thn.) Sehingga jelas bahwa pendidkan yang dilakukan akan memberi sumbangsih yang cukup besar terhadap pergerakan sosial. Selain itu pula sartono juga memberi pendapat dimana ia berkata bahwa kebijakan pengangkatan pegawai negeri didasarkan pada Pendidikan, dan Pendidikan ala Barat lebih didahulukan. Meskipun untuk jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan dituntut adanya “trah” bangsawan, namunh pendidikan umum telah menghasilkan mobilitas vertical dari banyak orang tanpa memandang asal-usul keturunan.
Di abad ke 20, para Pedagang, Cendekiawan dan Pegawai pemerintah merupakan golongan menengah kota, dapat ditambahkan pemilik tanah didaerah pedalaman yang merupakan golongan menengah pedesaan. Keduanya sangat berbeda dimana yang pertama pemikiran yang dimiliki sangat terpengaruh oleh pemikiran barat, sedangkan yang kedua adalah orang-orang yang relatif tertutup.
Dengan demikian maka, dapat dibagi menjadi 3 Golongan Muslim yakni yang pertama ialah santri yaitu orang yang berorientasi kepada kebudayaan Islam, yang kedua adalah Muslim yang berorientasi kepada tradisi dan adat dan Golongan ketiga ialah Golongan yang berorientasi pada pemikiran barat.
KAUM SANTRI PENGGERAK PEMBAHARUAN

 Ahmad Dahlan, pendiri gerakan Muhammadiyah adalah sebagai contoh terkemuka dari seorang santri merangkap pedagang dari Kauman. Ia adalah seorang Khatib di masjid Agung Kraton Yogyakarta, namun Ia juga dikenal sebagai pedagang batik yang berhasil memiliki jaringan dibnyak kota.
Sejarah kaum santri golongan menengah, Castle mengemukakan bahwa setelah terjadi kemunduran, para santri pengusaha bergabung ke Muhammadiyah, sedangkan santri petaninya masuk NU. Meskipun mayoritas anggota NU petani namun para pengurusnya kebnyakan dari Golongan Menengah, baik pedagang maupun petani kaya. Kenyataan baik Muhammadiyah yang beraliran modern maupun NU yang beraliran tradisional, memiliki ciri yang sama yakni keduanya didirikan dan dibesarkan melalui hubungan pribadi dan keluarga.

Latar Belakang KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari
Para pemimpin Muhammadiyah berpusat disekitar Kauman Yogyakarta, sedang pemuka NU dipesantren Tebuireng di jawa Timur. Situasi kepemimpinan kedua organisasi ini sama pada dasarnya, meskipun disiratkan bahwa para pemimpin NU adalah tipe Kharismatik-Otoriter dari kebudayaan petani, sedangkanpemuka Muhammadiyah adalah dari tipe Rasional-demokratik dari kebudayaan borjuis. Sesungguhnya para pendiri NU dan Muhammadiyah sama-sama mendapat pendidikan dari lingkungan tradisi pesantren.
Wertheim, Ilmuan pertama yang melakukan pengamatan hubungan pembaharuan agama beraliran modern dengan sifat borjuis dalam penelitian tentang perubahan sosial di indonesia. Disusul kemudian oleh banyak peneliti lainnya. Dengan nada yang sama, penelitian Greertz tentang kota-kota kecil di Jawa Timur menemukan bahwa kaum santri perkotaan masuk Muhammadiyah yang beraliran modern dan kaum santri pedesaan bergabung dengan NU yang beraliran Konservatif. Greertz memandang bawa Muhammadiyah lebih sebagai jenis persyarikatan dengan pengorganisasian yang ketat dan bersemangat agresif.

Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial Keagamaan
a.      Muhammadiyah Gerakan Pemurnian Islam
Gerakan pemurnian oleh Muhammadiyah ditujukan, baik kepada kalangan tradisional maupun kalangan Islam dari sifat khurafat (dongengan/tahayul). Sisa-sisa kebudayaan kuno yang melekat dikalangan abanagan, sebagai contoh, peacock menunjuk pada sistem kognitif. Jika seorang abanagn lebih mengingat hari lahirnya, seorang Muhammadiyah lebih suka mengingat tahun kelahirannya.
Muhammadiyah lahir dengan orientasi keagamaan. Muhammadiyah lebih menampilkan diri sebagai gerakan puritan untuk menghapus beban-beban kultural yang terkena pengaruh budaya agraris. Muhammadiyah berupaya untuk melakukan pembaharuan kualitatif yang bersifat keagamaan, suatu dealiktika internal yang secara inheren memang selalu muncul di dalam Islam. Dengan semangat kembali kepada alquran dan assunah.
b.      Gerakan Kualitatif-Kuantitatif
Perkembangan selanjutnya, ternyata bahwa gerakan kualitatif itu menimbulkan dampak kuantitatif. Dengan kata lain, gerakan kultural Muhammadiyah ternyata menimbulkan dampak sosial. Muhammadiyah misalnya telah menyebabkan longgarnya ikatan paternalisme santri-kiai; demikian juga telah menyebabkan memudarnya otoritas pesantren akibat dikembangkannya lembaga-lembaga pendidikan baru. Ketika Muhammadiyah makin bergerak pada tingkat kuantitatif, jelalah bahwa ia semakin muncul menjadi kekuatan sosial dan politik.

Reaksi Kaum Tradisional
Pada tataran masalah basis sosial inilah, kita melihat latar belakang lahirnya NU. Sesungguhnya NU lahir karena reaksi terhadap 2 hal yakni pertama, ia merupakan reaksi dari politisasi agama yang dilakukan SI serta kedua reaksi terhadap gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Berbeda dengan Muhammadiyah, NU sebenarnya bertujuan untuk melestarikan lembaga-lembaga dan tradisi-tradisi Islam Agraris sengan solidaritas mekanis komunalnya.

Basis Sosial Muhammadiyah dan NU
Perbedaan mendasar antara Muhammadiyah dan SI di satu pihak dan NU dilain pihak sesungguhnya adalah karena keduanya memiliki basis sosial yang berbeda. NU bagaimanapun tetap mewakili tradisi masyarakat komunal-agraris yang dijalin dalam ikatan-ikatan solidaritas mekanis-paternalistik. Di lain pihak SI dan Muhammadiyah muncul sebagai wadah yang mewakili tradisi baru masyarakat urban, pedagang dengan ikatan solidaritas organis-partisipatif.
Pada perkembangan selanjutnya NU juga berusaha menerapkan bentuk-bentuk pengorganisasian baru-suatu tuntutan yang tampaknya tidak terelakkan-namun segera akan terlihat adanya ambivalensi. Dalam konteks ini , NU jelas berbeda sekali dengan Muhammadiyah. Sementara NU mengalami ambivalensi organisatoris, Muhammadiyah tampak jauh Solid. Ini dikarenakan sejak awal Muhammadiyah membentuk organisasi atas dasar ikatan asosiasional.

Dampak Gerakan Sosial Muhammadiyah
Sebagai gerakan sosial keagamaan, selama ini Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk pembinaan individu maupun sosial mayarakat islam di Indonesia. Pada level individual, cita-cita pembentukan pribadi muslim dengan kualifikasi-kualifikasi moral dan etika Islam, terasa sangat karakteristik. 

Perlu Perumusan Ulang Gerakan Sosial Muhammadiyah
Sebagai suatu gerakan dakwah yang bersifat multidimensional, Muhammadiyah mesti akan selalu berubah secara dinamis sesuai dengan konteks dimana dia Hidup. Pada zaman penjajahan misalnya, sudah barang tentu multidimensionalitas Muhammadiyah digerakkan kepada masalah-masalah pembebasan bangsa dari penjajahan, kecerdasan kehidupan bangsa dan lain-lain. Pada masa berikutnya tentu terjadi suatu evolusi persepsional yang dinamis, yang tetap merujuk pada gambaran dakwah yang social reconstruction yang multidimentional tersebut.
Dari perspektif transformatis sosial, Muhammadiyah sesungguhnya belum memiliki konsep gerakan sosial yang jelas, selama ini, kegiatan pembinaan warga muahmmadiyah lebih diorientasikan kepada kegiatan untuk mengelola pengelompokan-pengelompokan yang didasarkan pada diferensiasi jenis kelamin dan usia. Contohnya ada NA, Aisyiyah, IPM IMM dan sebagainya (AIK, 2012).
Melihat realitas itu semua, meskipun secara secara realitas prestasi yang dicapai, namun muhammadiyah masih dihadapkan pada tantangan-tantangan kedepan. Amien Rais padaa tahun 1993 pernah mengemukakan kendala-kendala yang dihadapi oleh Muhammadiyah. Meskipun pernyataan tersebut ditulis 21 tahun lalu, pernyataa itu masih terasakan. Selain itu pula ketika muktamar tahuh 2005 di UMM yang ke-45 terjadi berbagai peristiwa yang bergejolak ditubuh Muhammadiyah itu sendiri.

Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial sudah sangat membantu dalam melakukan kinerja demi tercpainya Tujuan yang telah dirancang jauh-jauh hari. Namun demikian, setiap Organisasi tentunya akan selalu mendapat sebuah masalah yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah tantangan bagi Organisasi Muhammadiyah khususnya sehingga nantinya Muhammadiyah dapat terus maju mengikuti zaman atau tidak hilang dipersimpangan jalan. Maka Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan perlu kiranya terus melakukan perbaikan dari celah yang ada padanya agara tidak tergoyahkan oleh celah-celah tersebut.





Daftar Pustaka 
 
AIK, T., 2012. AIK III. In: S. Amien, ed. Malang: UMMPress, pp. 109-116.
Anon., n.d. KBBI. In: s.l.:s.n.
Basri, H., n.d. Tafsir Pase, , Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase. Peran Pendidikan dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial, 1(Gerakan Muhammadiyah), pp. 1-3.
Suhaimi, A., n.d. Drs.H. Ahd. Suhaimi. [Online]
Available at: http://kalsel.kemenag.go.id/file/file/Jurnal/woxq1384098956.pdf
[Accessed 25 11 2014].


0 comments:

Post a Comment